This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Pages

Monday, March 23, 2015

Anaasyidusshafa Mencari Ilmu

Anaasyidusshafa Mencari Ilmu


MENCARI ILMU
Voc: M. Nawawi Fadly
Lirik: M. Nawawi Fadly
(Anaasyidusshafa Group)

Dengan dunia seni tanpa indah hidupmu
Dengan berilmu semua mudah bagimu
Dengan agama jadi terarah jalan hidupmu
Dengan dunia seni tanpa indah hidupmu
Dengan berilmu semua mudah bagimu
Dengan agama jadi terarah jalan hidupmu
Mencari ilmu satu kewajiban 
Laki-laki dan perempuan
Berkelana tuk menuntut ilmu 
Walaupun ke Negeri Tirai Bambu
Tinggalkan kerabat tuk cari selamat dunia--akhirat
Tinggalkan teman kampung halaman di ridlo Tuhan
Tinggalkan kerabat tuk cari selamat dunia--akhirat
Tinggalkan teman kampong halaman di ridlo Tuhan
Mencari ilmu ada enam syarat
Rajin belajar penuh semangat
Bercita-cita setinggi awan
Cita-citamu membawa terbang
Bercita-cita setinggi awan
Cita-citamu membawa terbang
Bersabar dalam keterbatasan
Bekal hidup dalam pengembaraan
Bimbingan gurumu nasehat gurumu
Gunakan waktumu tuk menuntut ilmu
Bimbingan gurumu nasehat gurumu
Gunakan waktumu tuk menuntut ilmu
Dengan dunia seni tanpa indah hidupmu
Dengan berilmu semua mudah bagimu
Dengan agama jadi terarah jalan hidupmu
Semua syarat menuntut ilmu
Kau jalankan setulus hatimu
Hewan dan ikan turut mendo’akan
Atas semua perjuanganmu
Tuhan akan angkat derajatmu karena ilmumu
Allah memberi berkah manfaat atas ikhlasmu
Tuhan akan angkat derajatmu karena ilmumu
Allah memberi berkah manfaat atas ikhlasmu
Ridlo Ilahi menjadi tujuan
Usaha dilakukan do’a dipanjatkan

ربنا انفعنا بما علمتنا   رب علمنا الذي ينفعنا
رب فقهنا وفقه اهلنا   وقرابات لنا في ديننا
ربنا انفعنا بما علمتنا   رب علمنا الذي ينفعنا
رب فقهنا وفقه اهلنا   وقرابات لنا في ديننا



Saturday, March 7, 2015

Cahaya Itu...

Cahaya Itu...


            Tahun ajaran kali ini terasa begitu asing bagiku. Yah, tidak pernah aku bayangkan sebelumnya aku bakal nyangkut di sebuah boarding school. apa boleh buat semua ini aku lakukan demi mamaku. Beliaulah yang memintaku untuk belajar agama lebih dalam di sini. 
        Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-15. Sepi. Tanpa kejutaan yang spesial dari keluargaku, terutama mama dan kedua kakak kembarku. Aku tahu mereka semua sedang sibuk. Mama sibuk dengan restauran barunya. Sedangkan kedua kakakku sibuk dengan kuliahnya. Huftt, malangnya nasibku. Tapi Leona harus bisa tegar dengan semua ini. Leona bukan anak yang cengeng.
Proses belajar mengajar dimulai pada hari ini. Kelas X-3 begitu asing bagiku. Kelas sempit dengan beberapa meja  dan kursi tanpa sandaran. Serta terdapat meja guru dan kipas angin kecil yang tergantung di atas atap, tanpa AC, jauh dibanding dengan kelas ku dulu ketika smp. Aku merasa sangat kikuk. Bahkan teman satu bangkuku saja aku tak tau siapa namanya. Tak lama aku duduk di salah satu bangku kelas ini, seorang guru masuk dan membuat kelas jadi lebih tenang.
“assalamualaikum...” sapanya dengan salam yang di ucapnya dengan lembut. Dan kami pun menjawab salam itu secara serempak.
“selamat pagi semua, nah pagi ini, sudah tau khan mata pelajaran apa yang akan kita pelajari? Ya sebelumnya perkenalkan nama saya, Nur Rahmawati, saya mengajar b. Indonesia di sekolah ini. Tepatnya saya akan belajar bareng kalian.” Perkenalan pertama yang sebenarnya tidak penting, tapi memang layaknya seperti itu.
“bu, kenapa tidak perkenalan dulu aja? Kami sebenarnya banyak yang tidak saling kenal”ucap salah seorang temanku Hendra.
Tanpa pikir panjang, Bu Rahmapun menyetujui usul dari Hendra. Satu per satu dari kami dipanggil dan memperkanalkan diri cukup hanya di tempat duduk saja.
“di sini ada yang namanya Leona ya?”tanya Bu Rahma yang langsung membuatku alih perhatian. Teman-teman penasaran, dan tidak menunjukkan satu jawabanpun.
“ya, Bu saya,” jawab ku dengan nada datar, tanpa ekspresi.
“ silahkan perkenalkan dirimu” pinta Guru bahasa indonesia itu dengan halus.
“ ya teman-teman, dan juga bu Rahma. Nama saya leona freny fortunata, saya tinggal di perumahan mustika 2 kota Solo. Dulu saya bersekolah di SMP Islam kota Solo. Terima kasih .”
“ nama kamu... bagus pantas untuk orang sepertimu.”
Pujian dari Bu Rahma sempat membuatku melayang. Aku pun hanya bisa senyum tanpa bisa menjawabnya. Sekalipun menjawab apa yang harus ku ucapkan? Terimakasih kah.? Mugkin itu akan jadi hal bodoh bagi teman-temanku.
Bel akhir pelajaran pun berdering. Tanda pelajaran pertama telah usai. Akhir dari proses belajar mengajar ini pun berakhir pula. Bu Rahma meninggalkan tugas yang ahrus segara dikerjakan sebelum pertemuan besok. Sebuah tugas, menulis cerita atau  lebih tepatnya menceritakan pengalaman menarik yang pernah kita alami. Ah, apa yang harus aku tulis? Aku tak punya pengalaman menarik seperti punya teman-teman lainnya. Bodoh. Apa harus aku menulis pengalaman menyeramkan 2 tahun lalu? Duh, rumit akan adakah yang mau mendengar ceritaku yang satu ini? Sedangkan mereka pasti akan sangat berlaku sinis kapadaku. Tapi satu-satunya pengalaman yang masih jelas tergambar dalam benakku, ya memang itu. Terserahlah yang penting aku ngupulin tugas.
Semingu belalu. Aku mulai akrab dengan teman-teman, yang beransur-ansur bisa mengenaliku dengan baik. Aku berharap setelah ku ceritakan kisahku yang satu ini, mereka tak akan pergi menjauhiku. Langkah kaki Bu Ratna terdengar seperti sebuah ketukan lagu yang senada. Beliau memasuki ruangan dan menagih janji tugas kami kemarin. Satu demi satu antara nama kami dipanggil secara acak. Mulai dari Hendra, Adel, Rizki, dan hingga akhirnya nama terakhir yang dipanggilnya, aku.
“ayo, leona. Ceritakan pengalamanmu didepan kami semua.”
Aduh.. Bu Rahma mulai tidak sabar menanti ceritaku. Apapun ceritanya, inilah kisahku. Nyata yang sebenarnya aku alami 3 tahun silam.
Cerita ini dimulai 3 tahu silam. Aku tinggal di sebuah daerah yang permai, dipuncak gunung. Udara sejuk selalu menemani awal hari-hari kami. Ditambah, keluarga kami termasuk keluarga terhormatkala itu. Ya ayah adalah seorang pendeta terkenal di wilayah kami. Semua orang bersikap santun kepadanya. Hingga suatu ketika ayah menemuka sepucuk surat entah dari mana asal surat itu, yang bertuliskan tugas yang harus dilaksanakan ayah. Beberapa hari setlah itu, kami berkemas dan langsung pindah menuju kota karang anyar jawa tengah. Tugas ayah yidak langsung dikerjakan seketika itu. Ayah harus menunggu agar kondisi yang diharapkan berjalan sempurna.
Dua tiga hari kami tinggal di karang anyar, akhirnya ayahmelancarkan tugas itu. Setiap harinya ayah berusaha memaksasatu per satu warga yang kebanyakan dari mereka beragama islam. Agama yang dulu pernah jadi musuh kami. Agama yang dulu kami kira adalah agama kejam yang dengan tega membiarkan pengikutnya kelaparan di saat-saat tertentu. Tak tau kenapa dulu kami membenci agama islam. Ayahku adalah pahlawan dari agama kami dulu, yaitu khatolik. Tiap hari ayah semakin menunjukkan prestasi. Lebih dari 50 orang berhasil melepaskan agamanya dan masuk ke agama kami. Tak jarang kalau ada yang menolaknya ayah berani membayar berapapun bagi orang yang bisa menghasutnya. Kalau itu tetap saja tidak berhasil, terpaksa ayah akan membunuhnya sebagai ganti dosa yang telah ia kerjakan. Dan salah seorang dari mereka adalah seorang ulama besar di kota ini. Ayah hanya melaksanakan tugas. Jadi dia tak memperhitungkan akibat apa yang akan terjadi nanti. Yang dipikirkannya hanya tugas kepercayaan, yang langsung ia terima dari Tuhan.
Warga mulai cemas dengan perlakuan ayah selama ini. Mereka marah, sedang ayah tetap teguh pada pendiriannya. Amukan warga saat itu tak bisa dikendalika. Mereka mengepung rumah kami, mendobrak pagar depan, dan menerobos masuk ke rumah kami. Mereka menyert paksa ayah keluar rumah. Aku, ibu, dan kedua kakak kembarku hanya bisa meratap tak bisa berbuat apapun. Warga yang marahsemakin mengamuk, beribu pukulan mereka jatuhkan ke sekujur tubuh ayah yang sudah tak berdaya. Kami hanya bisa bersembunyi dari suasana itu. Kami takut sesuatu yang lebih buruk akan menimpa kami. Mulut kami terus memohon dan mengharap kepada Bunda agar Beliau bisa menolong kami dan juga ayah. Kami pun sedikit lega setelah aparat kepolisian datang dan mencairkan suasana yang sangat kacau ini.
“sebentar leona, pembantaian umat muslim yag terjadi di Karang anyar yang dilakukan oleh seorang pendeta? Jadi kamu.?”
Pertanyaan Bu Rahma secara tiba-tiba menbuatku terpaksa menghentikan ceritaku.
“ benar Bu, ayah ku adalah pendeta itu. Saya adalah anak kandung dari Petra d’agustinus, dan ibu saya bernama Mariana fortunata”
“ok, lanjutkan saja.”
Ya, dan hasih dari sidang terakhir adalah hukuman mati. Tepat 2 hari setelah ini, 7 anak peluru akan menimbus tubuhnya. Kami tak bisa mengganggu gugat hasil diskusi dari hakim. Apa boleh buat ayah memang bersalah. Kami siap dengan apapun yang terjadi.
2  hari berlalu begitu cepat sesaat sebelum eksekusi itu dilakukan, kami sempat menemui ayah sebagai pertemuan terakhir kita. Air mata bercucuran menambah suasana menjadi lebih sendu. Satu pesan terakhir yang kuingat adalah “jangan pernah melakukan hal sekeji ini, ayah menyesal, karena surat sialan itu kalian jadi menderita begini, sekali lagi jangan pernah percaya dengan hal yang belum pernah kalian lihat dengan mata kepala kalian sendiri. Maafkan ayah, relakan ini semua. Percayalah Bunda maria akan menerima ayah dan menganggap kematian ayah ini sebagai pemebusan dosa. Sudahlah kesempatan kalian maih banyak. Jangan biarkan airmata melunturkan kesempatan itu. Berbahagialah kalian.”
Lima belas menit setelah itu, persis 7 suara keras dari senjata api, mengguncang gendang telinga kami. Ayah sudah pergi. Kami berharap Bunda maria akan menganpuni semua kesalahan yang pernah diperbuatnya.
Masih dalam suasana sendu, kami memulai hari-hari yag hampa ini hanya dengan 4 cangkir teh hangat. Kepergian ayah tetap menyisakan kegelisahan kepada keluargaku. Akankah para warga masih bisa menerima kami? Pertanyaan itu yang selalu bersenandung di kepala kami. Dan akhirnya jawaban dari semua pertanyaan itu terungkap. Pagi-pagi buta seerombolan oarang telah menyerbu halam rumah kami. Pagar depan yang terkunci rapat kini menjadi pagar rongsoka yang telah hancur. Secara kaji mereka melempari rumah kami dengan telur busuk, menyeret kami keluar dan menghujani kami dengan kata-kata yang keji pula. Kami merasa pengap di pagi hari yang cerah. Kedua kakak ku, Yoan dan Yones, berusaha mencegah mereka. Tapi apa yang didapatnya? Sebuah botol kaca mendarat tepat di kepala mereka. Aku tak tahan lagi melihat semua ini. Darah segar mengalir dari ubun-ubun mereka.
“kak, sudah jangan melawan mereka. Percuma. Lebih baik kita serahkan semua kepada Bunda maria, Beliau tau apa yang terbaik untuk kita.”
Kami tak sanggup lagi melakukan perlawanan. Yang kami lakukan kini hanya berdoa dan berdoa. Berharap Bunda maria mendengar doa kami dan menyelamatkan kami dari situasi yang sangat tidak meyakinkan untuk selamat. Mereka senang melihat kami menderita. Mereka tertawa ketika kami kesakitan. Dan mulai saat itu juga, rasa benciku terhadap islam semakin memuncak. Apakah ini yang disebut oarang muslim itu? Orang yang hanya bisa menertawakan ketidak mampuan orang lain.
Tak berapa lama, berliter bensin mereka tumpahkan ke seluruh tubuh kami, dan siap untuk membakar hidup-hidup kami.sebatang korek api telah menyala, siap membakar tubuh kami. Lemas. Kami tidak sanggup  lagi untuk mengharap akan kehidupan kami lagi. Kami rela jika itu yang terbaik untuk kami. Bunda maria pasti akan mengampuni dosa-dosa kami. Ketika korekitu siap mendarat di tuuh kami, entah dari mana seoarang laki-laki paruh baya menghalau mereka. Menyelamatkan kami dari acaman hidup dan mati ini.
“ apa yang telah kalian lakukan ini? Apakah islam mengajari kalian untuk main hakm sendiri? Taukah kalian, apa yang kalian lakukan in lebih keji dari pada apa yang dilakukan pendeta itu. Biarlah mereka ikut bersamaku jangan kalian hinakan mereka.”
Aku tak tau siapa orang ini. Yang pasti dia bergegas membawa kami pergi jauh dari tempat kejam itu.
Tempat apa ini? Sunyi sepi dan parahnya kami seperti orang asing yang kehilangan petunjuk arah.
“pak tempat apa ini?” tanya ibuku setelah sampai di tempat sunyi ini.
“begini bu, ini adalah daerah pesantren, tempat dimana para santri belajar mendalami agama islam”
“agama islam? Agama kejam itu kenapa anda membawa kami ke tempat seperti ini?” tanya ku dengan nada sedikit tinggi kepada orang asing tersebut.
“ begini agama islam itu bukan agama yang kejam. Tapi lebih menjurus ke hak asasi manusia.”
“ kalau begitu mengapa kalian biarkan umat muslim kelaparan di waktu” tertentu?”
“ karena dengan berpuasa mereka akan belajar rendah hati kepada orang yang lebih di bawah mereka. Tidak sema orang islam kejam. Mereka hanya khilaf saja disaat emosinya memuncak. Nah mulai sekarang kalian boleh tinggal disini, tapi igat jangan sekali-kali kalian paksa mereka masuk ke agama kalian, dan mereka akan hidup tenang bersama kalian.”
Salah. Ternyata salah apa yang aku fikirkan selama ini. Islam agama yang baik, umatnya pun juga baik. Semenjak itu kami sadar kami belajar agama islam disini. Ya, tepat 2 tahun silam kami sekeluarga resmi menjadi mualaf. Dan aku  terutama mulai senang dengan ajaran islam yang lebih manusiawi. Akhirnya aku dan kedua kakakku melanjutkan sekolah di sekolah islam juga. Setelah lulus ibu sepakat akan menyekolahkanku di asrama ini. Apa boleh buat pasti ini semua dilakukannya demi aku anaknya. Yang lebih membuat kami bahagia adalah para penghuni pesantren ini tidak sedikitpun enggan bergaul dengan kami.
“ ya menarik sekali leona, saya bangga dengan kamu. Baik anak-anak bagaimana?”
“oh jadi kamu anak dari pendeta kejam itu yah..?”
tanya seorang temanku Dewi, yang secara tidak langsung berupa sindiran untukku.
“yah, dia memeng ayahku, patutlah bila kalian bisa dengan tepat mengenalinya yah, berita itu sudah tersebar luas di negara ini. “
Mungkin hanya salam yang bisa sebagai tanda akhir dari cerita pahit itu. Sebagaimanapun ayah, dia tetap seorang ayah yang kami sayangi. Satu-satunya kenangan terindah dari ayah adalah nama kami yang masih mengandung arti dari agama kami. Yang lainnya, mungkin hanya sebagai kenangan terindah yang akan selalu abadi dalam benakku. Selamat jalan ayah, kami sayang padamu. Dan semoga Allah bisa menganpuni dosa-dosamu, amien.
SEKIAN

Itsna Ariza SMA Pomosda , Nganjuk"