Seribu Bunga
Kisah Cinta ala Pesantren
Kisah Cinta ala Pesantren
Pernahkah terbayang dalam pikiran kita: bagaimanakah rupanya cinta?
Padat, cair, atau gas? Ketiga-tiganya, atau malah bukan semuanya? Bingung?
Penasaran? Temukan jawabnya di kumcer Seribu Bunga.
Seribu Bunga adalah karya pertama Alpain A.
Djahar—yang kemudian disingkat AA.Dj—sebuah
nama yang sengaja disamar-samarkan, tapi tak perlu ditafsirkan macam-macam.
Penulis muda yang masih bukan 'siapa-siapa' ini lahir, besar, dan menyelesaikan
seluruh pendidikannya: SD, SMP, dan SMA di Tanjung Pandan, Belitung: Negeri
Laskar Pelangi. Saat ini tengah melanjutkan studi di Pondok Pesantren Nurul
Cholil nyambil kuliah di STKIP PGRI Bangkalan-Madura, Prodi Bahasa dan
Sastra Indonesia.
Dalam buku Seribu Bunga, yang juga menjadi judul salah satu cerpen di buku
ini, menceritakan seorang anak laki-laki yang mengikat janji dengan Ain,
sahabat masa kecilnya. Secara bocah yang masih lugu, si anak laki-laki tersebut
membuat semacam perlombaan bagi dirinya sendiri: bahwa jika ia menjadi juara
pertama di Madrasahnya, ia akan melamar Ain. Awalnya Ain tidak menaggapi kekonyolan
yang dianggap si bocah sebagai "janji keramat" seorang lelaki
tersebut. Tapi semuanya menjadi penting ketika keduanya berpisah, sampai
belasan tahun kemudian. Ain terus mananti janji yang belum terlunasi tersebut.
Selain cerpen "Seribu Bunga", secara
keseluruhan, dalam buku ini terdapat 10
cerita yang terdiri dari 8 cerpen (Cahaya, Sunthree, Gadis Berkerudung
Merah, Sang Muazin, Sajak Seribu Bunga, Shafa, Ummi, Terminal Cinta) dan 2
serial santri: Ruby dan Hubby. Masing-masing serial santri terdiri 4
bagian cerita. Tebal kumcer ini mencapai 154 halaman, dipatok dengan harga Rp. 35.000. Diterbitkan NBC
Madura melalui situs www.nulisbuku.com.
Berikut ini sedikit penggalan cerita cerpen Seribu Bunga yang di-download dari sample buku tersebut di
nulisbuku.com.
....
Ada
serbuan rasa tak biasa yang menyerangku tiba-tiba. Menghentak seperti gempa
lokal dalam satu area: hati. Berkumpul saling desak,
menyesakkan.
“Maaf,
Ain, janji itu..,” suaraku tertahan pedihnya perpisahan. Di usiaku yang masih
14 tahun ini memang terlalu dini untuk memahami rasa aneh yang bersarang. Yang
kutahu, amat perih. Hampir saja aku tak mampu melanjutkan kata-kataku kalau bukan karena mata Ain
yang telah berkaca-kaca. Aku tak ingin butiran bening itu tumpah.
“Kumohon, jangan menangis! Semua ini
hanya masalah waktu, Ain.
Aku sudah berjanji, dan akan melunasinya, suatu saat..,"
“Tataplah langit saat bulan bulat
terang, karena aku pun melihatnya. Tunggu aku, Ain, ketika musim seribu bunga
di waktu duha seperti ini.”
....
Nah, penasaran dengan
kelanjutan ceritanya, kan? Ayo buruan beli! Kumpulan cerpen Seribu Bunga ini bisa didapat di www.nulisbuku.com.
Silahkan langsung
klik link berikut: http://nulisbuku.com/books/search?search=seribu+bunga
topik cinta emang tak pernah ada habis'a,,,,
ReplyDeletekerenzzz,,,,
Thanks
Delete