Pages

Thursday, February 14, 2013

Seribu Bunga


 Seribu Bunga

Kisah Cinta ala Pesantren
Pernahkah terbayang dalam pikiran kita: bagaimanakah rupanya cinta? Padat, cair, atau gas? Ketiga-tiganya, atau malah bukan semuanya? Bingung? Penasaran? Temukan jawabnya di kumcer Seribu Bunga.

Seribu Bunga adalah karya pertama Alpain A. Djahar—yang kemudian disingkat AA.Dj—sebuah nama yang sengaja disamar-samarkan, tapi tak perlu ditafsirkan macam-macam. Penulis muda yang masih bukan 'siapa-siapa' ini lahir, besar, dan menyelesaikan seluruh pendidikannya: SD, SMP, dan SMA di Tanjung Pandan, Belitung: Negeri Laskar Pelangi. Saat ini tengah melanjutkan studi di Pondok Pesantren Nurul Cholil nyambil kuliah di STKIP PGRI Bangkalan-Madura, Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia.
Dalam buku Seribu Bunga, yang juga menjadi judul salah satu cerpen di buku ini, menceritakan seorang anak laki-laki yang mengikat janji dengan Ain, sahabat masa kecilnya. Secara bocah yang masih lugu, si anak laki-laki tersebut membuat semacam perlombaan bagi dirinya sendiri: bahwa jika ia menjadi juara pertama di Madrasahnya, ia akan melamar Ain. Awalnya Ain tidak menaggapi kekonyolan yang dianggap si bocah sebagai "janji keramat" seorang lelaki tersebut. Tapi semuanya menjadi penting ketika keduanya berpisah, sampai belasan tahun kemudian. Ain terus mananti janji yang belum terlunasi tersebut.
Selain cerpen "Seribu Bunga", secara keseluruhan, dalam buku ini terdapat 10 cerita yang terdiri dari 8 cerpen (Cahaya, Sunthree, Gadis Berkerudung Merah, Sang Muazin, Sajak Seribu Bunga, Shafa, Ummi, Terminal Cinta) dan 2 serial santri: Ruby dan Hubby. Masing-masing serial santri terdiri 4 bagian cerita. Tebal kumcer ini mencapai 154 halaman,  dipatok dengan harga Rp. 35.000. Diterbitkan NBC Madura melalui situs www.nulisbuku.com.
Berikut ini sedikit penggalan cerita cerpen Seribu Bunga  yang di-download dari sample buku tersebut di nulisbuku.com.
....
Ada serbuan rasa tak biasa yang menyerangku tiba-tiba. Menghentak seperti gempa lokal dalam satu area: hati. Berkumpul saling desak, menyesakkan.
“Maaf, Ain, janji itu..,” suaraku tertahan pedihnya perpisahan. Di usiaku yang masih 14 tahun ini memang terlalu dini untuk memahami rasa aneh yang bersarang. Yang kutahu, amat perih. Hampir saja aku tak mampu melanjutkan kata-kataku kalau bukan karena mata Ain yang telah berkaca-kaca. Aku tak ingin butiran bening itu tumpah.
Kumohon, jangan menangis! Semua ini hanya masalah waktu, Ain. Aku sudah berjanji, dan akan melunasinya, suatu saat..,"
“Tataplah langit saat bulan bulat terang, karena aku pun melihatnya. Tunggu aku, Ain, ketika musim seribu bunga di waktu duha seperti ini.”



....
Nah, penasaran dengan kelanjutan ceritanya, kan? Ayo buruan beli! Kumpulan cerpen Seribu Bunga ini bisa didapat di www.nulisbuku.com.
Silahkan langsung klik link berikut: http://nulisbuku.com/books/search?search=seribu+bunga

2 comments: