Pages

Thursday, February 21, 2013

“Multiverse”, Teori Tanpa Bukti


“Multiverse”, Teori Tanpa Bukti

The New York Times terbitan 12 April 2003 memuat tulisan ahli astrofisika terkenal Paul Davies berjudul “A Brief History of the Multiverse” [“Sejarah Singkat Teori Multiverse (Jagat Raya Majemuk)”]. Dalam tulisan ini, Prof. Davies berupaya mempertahankan pernyataan tentang kemungkinan adanya jagat raya berjumlah tak hingga, dan jagat raya kita telah secara kebetulan menjadi sesuai bagi adanya kehidupan. Inilah pernyataan terbaru yang telah digunakan para pemikir materialis untuk mengelak ketika mendapati adanya perancangan sempurna di alam semesta.
Pertama-tama perlu dijelaskan di sini mengapa mereka membuat pernyataan seperti itu: selama ribuan tahun, agama-agama samawi dan berbagai filsafat yang mengakui keberadaan Tuhan menyatakan bahwa terdapat tujuan dan perancangan sengaja di jagat raya. Sebaliknya, kaum materialis – yakni mereka yang menyatakan bahwa tiada sesuatu pun selain materi – menolak adanya tujuan dan perancangan sengaja ini. Namun, serangkaian penemuan astronomi dan fisika di abad ke-20 mengungkapkan bahwa perancangan sengaja di jagat raya sungguh jelas sehingga tak mungkin dapat diingkari. Berbagai penemuan ini mengungkapkan bahwa di saat awal terbentuknya jagat raya, seluruh variabel, dari kecepatan Big Bang hingga kekuatan empat gaya fundamental, dari struktur unsur-unsur hingga struktur Tata Surya yang kita huni, benar-benar sesuai bagi keberlangsungan kehidupan. Penemuan besar ini, yang oleh para ilmuwan di tahun 1970-an diumumkan dan dipaparkan sebagai the Prinsip Anthropik (yang menyatakan bahwa jagat raya secara khusus telah dirancang agar sesuai untuk kelangsungan hidup manusia), secara nyata menggugurkan pendapat materialis tentang ketiadaan perancangan.
Dalam tulisannya yang dimuat The New York Times, Paul Davies merangkum fakta ini dan mengakui kesimpulan tak terelakkan tentang keberadaan Tuhan:
Mengapa alam ini begitu cerdas – bahkan mungkin ada yang berkata dengan curiga – begitu bersahabat dengan kehidupan? Mengapa hukum-hukum fisika begitu peduli terhadap kehidupan dan kesadaran sehingga hukum-hukum ini bersekongkol untuk membuat jagat raya yang nyaman dihuni? Ini hampir seolah Perancang Mahahebat telah melakukan semuanya.
Akan tetapi, meskipun menganggap perancangan di jagat raya sebagai bukti keberadaan Tuhan, Prof. Davies mengingkari kenyataan ini. Agar dapat menjelaskan asal-usul perancangan di jagat raya, ia terpaksa menggunakan teori multiverse (jagat raya majemuk), sebagai pilihan terakhir kalangan materialis, sebagaimana telah kita pahami.

Teori Multiverse (Jagat Raya Majemuk)

Teori multiverse (jagat raya majemuk) adalah satu di antara sejumlah teori yang dikemukakan dalam rangka menolak kebenaran penciptaan. Teori ini sama sekali tidak memiliki landasan ilmiah. Ketiadaan bukti ilmiah yang mendukung teori ini, sebagaimana diakui Prof. Davies sendiri, menjadikan teori tersebut sebatas pada keyakinan belaka. Keyakinan tanpa bukti ilmiah. Tambahan lagi, sungguh memperdayakan jika kaum materialis membuat pernyataan seperti: “Anda percaya bahwa Tuhan menciptakan jagat raya, kami percaya pada keberadaan banyak jagat raya,” dengan kata lain mereka menganggap keduanya memiliki semacam kesamaan.
Penjelasan masuk akal atas adanya perancangan di jagat raya adalah keberadaan sang perancang cerdas. Ketika Anda melihat sebuah patung, Anda yakin bahwa pastilah terdapat seorang ahli patung. Bantahan seperti “Karena terdapat bebatuan berjumlah tak hingga di jagat raya, maka yang satu ini terbentuk begitu saja dengan sendirinya secara kebetulan,” sudah tentu sangat tidak masuk akal. Asal-usul kesempurnaan dan kecermatan perhitungan dan pengaturan di jagat raya hanya dapat dijelaskan dengan istilah perancangan (desain) dan bukan kebetulan.

Menurut teori ini, jagat raya (universe) yang kita tempati mungkin hanyalah satu dari sekian banyak jagat raya (universes) berjumlah tak hingga yang membentuk sebuah “jagat raya majemuk” yang jauh lebih besar lagi yang dinamakan “multiverse” (=kumpulan dari banyak “universe”, multi=banyak/majemuk, uni=satu/tunggal). Dalam pandangan kalangan materialis, sangatlah biasa jika ada satu atau beberapa dari jagat raya berjumlah banyak tersebut yang cocok bagi kehidupan.
Namun, adakah satu bukti ilmiah pun yang mendukung teori ini? Tidak. Tak ada sama sekali. Ini tak lebih dari sekedar rekaan. Yang menarik dari tulisan Prof. Davies adalah ia berusaha memberi kesan seolah benar-benar ada cukup banyak bukti penting yang mendukung teori multiverse. Terdapat keterangan gambar singkat pada surat kabar tersebut yang merangkum tulisannya, yang diarahkan untuk memunculkan kesan tersebut:
“Gagasan tentang jagat raya majemuk, atau realitas majemuk, telah ada selama berabad-abad. Akan tetapi, pembenaran ilmiah yang mendukungnya adalah hal yang baru.”
Siapa pun yang memahami kalimat pendahuluan di atas tanpa membaca keseluruhan isi artikelnya akan benar-benar mendapatkan kesan bahwa teori multiverse didasarkan pada bukti ilmiah nyata dan bahwa Prof. Davies akan memaparkan bukti-bukti ini di dalam tulisannya. Namun sebaliknya, bukti seperti itu tak pernah ada, dan nyatanya penulis tak menyebutkan sepatah kata pun tentang bukti ilmiah baru ini, yang pastilah akan dibicarakannya dengan penuh percaya diri jika bukti baru tersebut memang benar-benar ada.
Sebaliknya, terdapat sejumlah pengakuan dalam tulisan Prof. Davies bahwa teori multiverse hanyalah reka-reka saja. Menurut Prof. Davies, teori multiverse telah dirumuskan “dengan cara berimajinasi.” Terlebih lagi, berkenaan dengan teori ini ia mengatakan bahwa “tingkat kebenarannya mencapai suatu batas (untuk dapat diterima)” dan teori ini “semakin lama semakin wajib diterima atas dasar keyakinan.”
Singkatnya, ketertarikan Prof. Davies dan semua kalangan materialis lainnya terhadap teori multiverse lebih disebabkan kecenderungan pribadi daripada keberadaan bukti ilmiahnya. Titik awal yang memunculkan kecenderungan pribadi ini adalah keengganannya untuk menerima bahwa jagat raya adalah karya Pencipta. Paul Davies menyatakan fakta ini dalam tulisannya. Ia mengatakan bahwa penjelasan apa pun yang didasarkan pada perkataan “Tuhan menjadikannya demikian” tidaklah “memuaskan” bagi seorang ilmuwan.

0 comments:

Post a Comment